ORANG
Indonesia sejak kecil diajarkan “sedikit bicara banyak bekerja” dan “diam itu
emas”.
Dari dua
ungkapan ini disimpulkan, seseorang yang tidak banyak bicara biasanya bisa
bekerja lebih efektif, daripada membuang-buang waktu untuk membicarakan hal tak
penting.
Tetapi,
perubahan zaman dan kebutuhan komunikasi yang tinggi membuat pepatah ini
rasanya tidak lagi berlaku. Saat ini orang berlomba-lomba bicara, mengeluarkan
pendapat, menyuarakan keinginan, termasuk saat bekerja.
“Si pendiam”
mungkin hanya melakukan komunikasi seperlunya. Di luar kepentingan pekerjaan,
mereka menghabiskan waktu di meja kerja tanpa banyak mengeluarkan kata-kata.
Sayangnya, di era kebutuhan komunikasi yang tinggi, orang-orang yang pendiam
kerap mendapat prasangka negatif. Bahkan muncul asumsi yang sesungguhnya hanya
mitos yang terlalu diyakini kebenarannya.
Salahkah
menjadi pegawai pendiam? Tidak, asalkan Anda bisa melawan 7 mitos tentang “si
pendiam” berikut ini:
1. Si
pendiam tak mampu mengerjakan banyak hal
Ini kesalahpahaman yang umum soal pegawai yang pendiam. Karena tak banyak bicara, mereka dianggap minder dengan kemampuan diri. Maya Townsend, pendiri firma manajemen konsultan Partnering Resources yang berbasis di Boston menyebutkan, orang sering berpikir pegawai yang pendiam tak mampu menjadi sumber yang kredibel untuk memberikan pengetahuan atau melayani perusahaan sebagai seorang ahli.
Ini kesalahpahaman yang umum soal pegawai yang pendiam. Karena tak banyak bicara, mereka dianggap minder dengan kemampuan diri. Maya Townsend, pendiri firma manajemen konsultan Partnering Resources yang berbasis di Boston menyebutkan, orang sering berpikir pegawai yang pendiam tak mampu menjadi sumber yang kredibel untuk memberikan pengetahuan atau melayani perusahaan sebagai seorang ahli.
Faktanya: “Baru-baru ini saya
menyelenggarakan analisis jaringan organisasi dengan seorang klien. Para
pemimpin terkejut saat mendapati salah satu pegawai paling pendiam justru
sebenarnya sangat bisa dipercaya dan bisa diandalkan rekan-rekannya. Dia tahu
betul bagaimana menangani pekerjaannya, tidak terlalu menonjol, tetapi selalu
ada ketika orang membutuhkannya,” bilang Townsend.
2. Si
pendiam biasanya pemalu
Pendiam dan pemalu biasa diasumsikan sama. Nyatanya, cara seseorang bersikap saat bekerja sama sekali tidak merefleksikan bagaimana sikapnya di kehidupan personal. Juga, pendiam tidak selalu berarti pemalu.
Pendiam dan pemalu biasa diasumsikan sama. Nyatanya, cara seseorang bersikap saat bekerja sama sekali tidak merefleksikan bagaimana sikapnya di kehidupan personal. Juga, pendiam tidak selalu berarti pemalu.
Faktanya: Kera Greene, konselor karier di
FEGS, perusahaan penyedia jasa dan kesehatan di New York mengatakan, orang
pendiam tidak sama dengan pemalu. Itu dua kepribadian yang berbeda. “Bisa saja
seseorang menjadi pendiam karena ia introvert,” bilangnya. “Orang-orang
introvert memang lebih suka bekerja sendiri. Mereka merasa bekerja sendiri
lebih baik, efisien, dan menghemat energi. Sementara orang-orang ekstrovert
akan mencapai tujuannya dengan berinteraksi dengan orang lain. Sifat pemalu tak
ada kaitannya dengan ini,” jelas Greene.
3. Si
pendiam tidak bersosialisasi
Beberapa orang pendiam bersikap demikian untuk menjaga profesionalisme saat bekerja. “Sementara itu orang-orang di sekitarnya menganggapnya aneh,” kata Greene. Lantaran jarang bicara, si pendiam sering dicap antisosial dan tidak punya teman.
Beberapa orang pendiam bersikap demikian untuk menjaga profesionalisme saat bekerja. “Sementara itu orang-orang di sekitarnya menganggapnya aneh,” kata Greene. Lantaran jarang bicara, si pendiam sering dicap antisosial dan tidak punya teman.
Faktanya: Jangan cepat-cepat berasumsi
sebelum mengetahui pasti bagaimana kehidupannya di luar urusan pekerjaan. Bisa
saja ia punya teman yang lebih banyak daripada Anda.
4. Si
pendiam tidak menyukai rekan-rekan kerjanya
Setelah label antisosial, biasanya si pendiam dituduh tidak menyukai rekan-rekan kerjanya. Padahal sesungguhnya pendiam hanya masalah sifat pribadi seseorang. “Orang yang pendiam cenderung berkomunikasi dengan cara berbeda dengan orang yang suka bicara. Mereka juga memiliki level kenyamanan berbeda ketika melakukan interaksi sosial,” papar Townsend.
Setelah label antisosial, biasanya si pendiam dituduh tidak menyukai rekan-rekan kerjanya. Padahal sesungguhnya pendiam hanya masalah sifat pribadi seseorang. “Orang yang pendiam cenderung berkomunikasi dengan cara berbeda dengan orang yang suka bicara. Mereka juga memiliki level kenyamanan berbeda ketika melakukan interaksi sosial,” papar Townsend.
Faktanya: Berhati-hatilah dengan orang yang
banyak bicara, terutama membicarakan orang lain. Saat tak bicara dengan Anda,
kemungkinan Andalah objek pembicaraannya.
5. Si
pendiam berpikir mereka lebih baik daripada yang lain
Label ini biasa ditujukan kepada pegawai pendiam dengan prestasi kerja yang baik.
Label ini biasa ditujukan kepada pegawai pendiam dengan prestasi kerja yang baik.
Faktanya: Mungkin Anda hanya minder dengan
kemampuannya, lantas berprasangka mereka berpikir demikian. Padahal, diamnya
mereka lantaran tidak berpikir apa pun tentang Anda.
6. Si
pendiam selalu merasa tidak aman
Kebalikan dari poin sebelumnya, jika si pendiam ternyata prestasi kerjanya kurang memuaskan atau biasa-biasa saja, dituduh merasa tidak aman dengan posisinya.
Kebalikan dari poin sebelumnya, jika si pendiam ternyata prestasi kerjanya kurang memuaskan atau biasa-biasa saja, dituduh merasa tidak aman dengan posisinya.
Faktanya: Alih-alih ngoyo melakukan pencapaian,
mereka melakukannya dengan perlahan, tanpa banyak gembar-gembor, meski hasilnya
tidak langsung memuaskan.
7. Si
pendiam tidak bisa menjadi pemimpin yang baik
Menurut Jennifer B Kahnweiler, pelatih eksekutif dan penulis buku The Introverted Leader, 40 persen dari para eksekutif adalah introvert. Tapi stereotipe tentang seorang pemimpin yang harus bersifat ambisius menutup fakta ini. “Kita masih memegang stereotipe di budaya Barat, bahwa seorang pemimpin haruslah agresif,” kata Kahnweiler.
Menurut Jennifer B Kahnweiler, pelatih eksekutif dan penulis buku The Introverted Leader, 40 persen dari para eksekutif adalah introvert. Tapi stereotipe tentang seorang pemimpin yang harus bersifat ambisius menutup fakta ini. “Kita masih memegang stereotipe di budaya Barat, bahwa seorang pemimpin haruslah agresif,” kata Kahnweiler.
Faktanya: “Para introvert cenderung memilih
bersikap membumi dan tidak membesar-besarkan dirinya sendiri,” ungkap
Kahnweiler. “Mereka juga membutuhkan waktu untuk memproses pemikiran-pemikiran,
kemudian salah dianggap sebagai seorang yang lamban dan tidak berambisi.”
(riz/adm)
sumber
:
No comments
Post a Comment